
MENGAMATI dinamika sosial serta implementasi penyelenggaraan negara akhir-akhir ini, Aliansi Ekonom Indonesia, melihat semakin jauhnya rentang kehidupan bernegara dari visi negara 'Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia'. Terlihat penurunan kualitas hidup terjadi di berbagai lapisan masyarakat secara masif dan sistemik.
Salah satu ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia, Elan Satriawan menyampaikan, di antaranya, pada periode 2010-2020 (sebelum covid-19) perekonomian tumbuh sebesar 5,4% dan mampu mengungkit upah riil yang tumbuh 5,1%. Namun, pada periode 2022-2024 (pasca-covid-19), perekonomian tumbuh 5%, sedangkan upah riil stagnan dan hanya tumbuh 1,2%.
“Masyarakat mengalami perlambatan pertumbuhan rata-rata pengeluaran per kapita di periode 2018-2024 dibandingkan periode 2012-2018 dengan koreksi pertumbuhan rata-rata 2 poin persentase,” lanjut kata dia dalam diskusi daring melalui Zoom, Selasa (9/9).
Ekonom yang lain, Vivi Alatas, menyoroti ketersediaan lapangan kerja yang berkualitas bagi masyarakat kebanyakan mengalami penyusutan. Sebanyak 80% penciptaan lapangan kerja baru, sekitar 14 juta di 2018-2024 tercipta di sektor berbasis rumah tangga dengan upah di bawah rata-rata nasional.
“Bahkan, di pekerjaan formal, 25% pekerja pemerintah dan 31% pekerja swasta belum memiliki asuransi kesehatan,” lanjut Vivi.
Selain itu, tingkat pengangguran usia 15-24 tahun selama 2016-2024 selalu di atas 15% atau tiga kali lipat dibanding usia 25-34 tahun. Lebih dari 25% anak muda Indonesia tidak produktif (tidak bekerja dan tidak sekolah), khususnya perempuan.
Pihaknya juga menyoroti anggaran untuk Polri maupun Kementerian Pertahanan termasuk TNI tumbuh hampir enam kali lipat dari 2009 hingga 2026, sedangkan anggaran untuk perlindungan sosial hanya tumbuh dua kali lipat. Selain itu, kebijakan program MBG mendapat alokasi anggaran yang sangat besar pada 2026 sebesar Rp335 Triliun rupiah dan mencakup 44% anggaran Pendidikan. Padahal, masih begitu banyak persoalan kualitas dan akses pendidikan yang belum teratasi sehingga menjadi ancaman serius bagi reformasi di sektor pendidikan.
“Kami dapat menyimpulkan dua benang merah dari permasalahan perekonomian ini, yaitu misalokasi sumber daya yang masif serta rapuhnya institusi penyelenggara negara karena konflik kepentingan dan tata kelola yang tidak amanah,” kata Vivi.
Salah satu ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonomi Indonesia, Teuku Riefky, menyampaikan melalui pernyataan bersama ini, Aliansi Ekonom Indonesia menyampaikan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi yang ditujukan untuk para penyelenggara negara demi terciptanya perbaikan kesejahteraan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai negara Indonesia yaitu kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Tujuh Desakan Darurat Ekonomi
Desakan 1:
Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional.
Desakan 2:
Kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara (Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, Kejaksaan), serta kembalikan penyelenggara negara pada marwah dan fungsi seperti seharusnya.
Desakan 3:
Hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan sehingga membuat pasar tidak kompetitif dan dapat menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta, serta modal sosial masyarakat.
Desakan 4:
Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif.
Desakan 5:
Prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi.
Desakan 6:
Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal (seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi dan kompensasi energi, dan Danantara).
Desakan 7:
Tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente. (AT/E-4)