Jakarta, CNBC Indonesia - Generasi muda, terutama Gen Z dan Millennial, semakin realistis dalam mengambil keputusan soal hunian. Rumah pertama yang dulunya dianggap pencapaian wajib, kini justru ditinggalkan. Alasannya sederhana, yaitu harga rumah terus melambung, sementara kenaikan penghasilan tidak mampu mengejar.
Berdasarkan laporan Business Insider pada Juli 2025, hanya 24% Gen Z di Amerika Serikat yang berhasil membeli rumah pertama turun drastis dari 50% pada 2010. Sebaliknya, 75% Gen Z menilai menyewa lebih cerdas secara finansial, sementara 83% menganggap menyewa memberi keleluasaan menabung untuk pengalaman hidup lain.
Fenomena serupa juga terjadi di Indonesia. Dari hasil survei yang dimuat GoodStats terhadap Gen Z di lima kota besar menunjukkan 38% tertarik skema rent-to-own, 34% memilih menyewa sepenuhnya untuk fleksibilitas finansial dan mobilitas, sementara hanya 14% yang berminat mengambil KPR.
Di Jakarta, misalnya, harga rumah sudah mencapai ratusan juta rupiah. Dengan gaji fresh graduate Rp5-6 juta, menabung DP rumah lewat KPR bisa memakan waktu bertahun-tahun, padahal harga rumah terus naik tiap tahun. Tak heran, hunian sewa seperti kost modern dan apartemen di pusat kota semakin menjadi pilihan utama.
Data internal Rukita juga memperkuat tren ini, di mana 55% penghuninya berasal dari Gen Z (
Dari Rumah Second atau Lahan Kosong Jadi Aset Produktif
Bergesernya tren hunian di generasi muda membuka peluang bisnis menjanjikan bagi pemilik properti. Rumah second, bangunan mangkrak, hingga lahan kosong kini bisa diubah menjadi kost eksklusif atau coliving modern dengan potensi keuntungan jangka panjang. Namun, mengelola bisnis kost bukanlah hal yang sederhana, terutama bagi mereka yang masih terbiasa mengurusnya secara konvensional atau belum memiliki pengalaman mendalam di bidang ini.
Hal inilah yang dialami oleh David, pemilik coliving Rukita Brighthouse Karawaci. Ia sudah memulai bisnis kost sejak 2014 dan sempat mengelolanya secara mandiri. "Saat mengelola sendiri, ya semuanya saya kerjakan, mulai dari admin, keuangan, sampai menagih sewa ke penghuni. Cukup repot juga karena banyak banget problem-problem di kostan," ungkapnya, dikutip Selasa (9/9/2025).
Foto: David Pemilik Coliving Rukita Brighthouse Karawaci
Situasi berubah ketika David bekerja sama dengan Rukita di tahun 2022.
"Rukita sudah approach sejak 2018, tapi waktu itu saya masih ingin mencoba melakukannya sendiri. Baru di tahun 2022 saya join Rukita karena ternyata jauh lebih profesional dibanding pengelola kostan lain. Dengan Rukita, saya nggak repot dan pusing lagi, semuanya sudah ter-handle dengan baik dan profesional," jelas David.
Menurut David, prospek bisnis coliving sangat menjanjikan di masa depan. Apalagi, saat ini generasi muda cenderung mengutamakan fleksibilitas, sehingga lebih memilih menyewa dibanding membeli rumah.
"Saya rasa bisnis coliving akan terus maju, apalagi zaman sekarang cari uang juga lumayan sulit. Investasi lain return-nya kecil, tapi bisnis coliving growth-nya bagus dan pemasukan stabil. Itu yang bikin saya yakin bekerja sama dengan Rukita adalah langkah tepat," tambahnya.
Kisah serupa juga datang dari Furqon, pemilik coliving Rukita Smart Cipete dan Rukita Space Bahari Cipete Awalnya dia melihat sebuah bangunan mangkrak di lokasi strategis dekat Stasiun MRT yang sayang jika dibiarkan.
"Daripada kosong, lebih baik saya ubah jadi kost yang produktif," ujarnya.
Foto: Furqon, Pemilik Coliving Rukita Smart Cipete dan Rukita Space Bahari Cipete
Sebagai seorang pekerja, Furqon mengaku sangat terbantu dengan keberadaan Rukita. "Mengelola kost banyak repotnya, tapi dengan Rukita semua terasa lebih mudah, profesional, dan transparan. Saya jadi bisa fokus ke pekerjaan utama tanpa harus pusing mengurus hal teknis sehari-hari," tambahnya.
Kisah David dan Furqon menunjukkan bagaimana kerja sama dengan Rukita mampu mengubah tantangan menjadi peluang. Dari yang awalnya repot mengurus detail administrasi hingga memanfaatkan aset mangkrak, keduanya kini bisa menikmati hasil bisnis kost yang lebih stabil bebas ribet.
Menurut David, kunci sukses bisnis kost modern adalah profesionalisme dalam pengelolaan dan kenyamanan penyewa. "Kalau semua rapi, mulai dari administrasi, kebersihan, sampai fasilitas, penyewa juga betah. Itu yang bikin bisnis ini bisa jalan panjang," tegasnya.
Senada dengan itu, Furqon menambahkan bahwa transparansi dan kemudahan akses bagi penghuni juga penting di era sekarang. "Anak muda maunya simpel, semua bisa diakses lewat aplikasi, pembayaran jelas, dan mereka nggak mau ribet. Kalau itu terpenuhi, mereka bakal loyal," katanya.
Kost modern kini tak lagi dipandang sebagai bisnis tradisional, melainkan investasi dengan pendekatan desain, digitalisasi, serta pengelolaan yang profesional. Fasilitas seperti internet cepat, ruang komunal, keamanan 24 jam, hingga komunitas penghuni menjadi nilai tambah yang membuat generasi muda betah.
Bisnis kost juga terbukti sebagai sumber penghasilan stabil. Dengan tingkat hunian optimal, pemilik properti dapat meraih pendapatan hingga ratusan juta rupiah per tahun dan mencapai break even point (BEP) dalam 5-7 tahun. Tak hanya menguntungkan bagi investor pemula, bisnis kost juga ideal untuk pensiunan atau pemilik lahan yang ingin mendapat pemasukan jangka panjang.
Tantangan Bisnis Coliving yang Sering Diremehkan
Mengelola bisnis kost memang bukanlah perkara mudah. Banyak pemilik properti yang awalnya berpikir cukup membangun kamar lalu menyewakannya, namun kenyataannya jauh lebih kompleks. Mulai dari mengurus komplain penyewa, masalah teknis bangunan seperti kebocoran atau air, hingga menjaga kepuasan penghuni agar tetap betah. Tanpa manajemen yang profesional, bisnis kost bisa cepat kehilangan daya saing.
"Bisnis kost itu enaknya bisa dikontrol, pajaknya juga lebih mudah. Memang tantangannya adalah komplain dari penyewa soal hal teknis, tapi itu bisa di-handle kalau ada partner seperti Rukita," jelas Furqon.
Sementara itu, David menambahkan bahwa tantangan terbesar bisnis kost seringkali bukan soal mencari penyewa, melainkan mengelola operasional sehari-hari.
"Mengelola kost memang kelihatannya sederhana, tapi kenyataannya kompleks. Banyak pemilik kost akhirnya kewalahan karena harus mengurus detail teknis sampai komplain harian. Padahal kalau dikelola dengan profesional, kost akan menjadi aset yang sangat menguntungkan," ungkap David.
Pengalaman serupa juga dirasakan oleh Shirley, pemilik coliving Rukita Jade Ketapang Gajah Mada. Berawal dari keinginan untuk mengoptimalkan aset properti keluarga, dia sempat mencoba menggandeng operator manajemen kost lain. Namun, hasilnya belum sesuai harapan karena banyak urusan operasional yang tetap harus ditangani sendiri.
"Capek juga kalau semua harus diurus sendiri. Dengan Rukita, semua dikelola profesional. Saya tinggal pantau, sementara hitung-hitungan pasar, proyeksi sewa, hingga operasional sudah di-handle. Jadi bagi pemilik ini benar-benar menjadi passive income yang menguntungkan," ungkap Shirley.
Meski terlihat menggiurkan, bisnis coliving adalah bisnis yang rumit. Tantangannya bukan hanya soal mengelola properti fisik, tapi juga menyangkut aspek hospitality, kenyamanan penghuni, hingga pengelolaan keuangan yang transparan. Semua elemen itu harus berjalan harmonis agar penghuni betah tinggal dalam jangka panjang dan hunian selalu terisi penuh.
Bikin Bisnis Coliving Lebih Menguntungkan dengan Sentuhan Profesional Rukita
Foto: House Keeping Rukita Siap Melayani Para Penghuni Coliving
Menjawab kebutuhan tersebut, Rukita muncul sebagai satu-satunya operator coliving di Indonesia yang terus bertumbuh, bahkan di masa sulit. Kunci keberhasilan ini terletak pada kombinasi tim berpengalaman, operasional yang dijalankan oleh tenaga dengan latar belakan...