INSENTIF pajak bagi masyarakat kelas menengah bakal terus diberikan hingga tahun depan menyusul tren daya beli masyarakat yang terbilang melandai dalam beberapa waktu terakhir. Melalui stimulus pajak itu, konsumsi masyarakat diharapkan dapat meningkat.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Rapat Koordinasi Terbatas mengenai permbahasan program Quick Win Kementerian di Bidang Perekonomian, Jakarta, Minggu (3/11).
“Kita lihat daya beli masyarakat yang masih relatif rendah, sehingga kita perlu memacu untuk pertumbuhan. Untuk memacu pertumbuhan, karena insentif terkait dengan (pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah) DTP itu adalah komponen yang sangat diperlukan oleh kelas menengah,” ujarnya.
Pemberian insentif pajak untuk kelas menengah tersebut, kata Airlangga, tetap diberikan atas pembelian properti maupun otomotif yang berbasis listrik. Keduanya disebut memberikan penguatan pada kemampuan daya beli masyarakat yang belakangan ini dinilai tersendat.
Namun, dia belum bisa memastikan berapa lama perpanjangan insentif itu akan berlaku dan diterapkan pada tahun depan. “Diperpanjang berapa lama, itu masih akan ada pembahasan dengan menteri keuangan. Jadi ini masih menunggu pembahasan dengan menteri keuangan, karena seperti kemarin, motor, ada kuotanya, jadi tidak tidak terbatas,” jelas Airlangga.
Diketahui, PPN DTP sektor properti diberikan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) maksimal Rp2 miliar yang merupakan bagian dari harga jual paling banyak Rp5 miliar. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 120/2023 yang mulai berlaku 21 November 2023.
Pasal 7 PMK itu menyebutkan, PPN DTP yang diberikan terbagi atas dua periode. Untuk penyerahan rumah periode 1 November 2023 sampai dengan 30 Juni 2024, PPN ditanggung pemerintah sebesar 100% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Untuk penyerahan periode 1 Juli 2024 sampai dengan 31 Desember 2024, PPN ditanggung pemerintah sebesar 50% dari DPP.
Sementara, stimulus PPnBM untuk kendaraan listrik yang selama ini diberikan ialah melalui subsidi sebesar Rp7 juta per unit untuk pembelian motor listrik dan konversi motor listrik. Sedangkan untuk mobil listrik perusahaan dibebaskan dari pajak bea masuk, PPnBM, dan hanya perlu membayar pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11% dari harga jual. (J-3)