Presiden Nepal imbau semua pihak bekerja sama, percaya pada pemerintah.
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL, – Presiden Nepal Ramchandra Paudel mengimbau semua pihak untuk bekerja sama di tengah gelombang protes yang memanas sejak awal pekan ini. Hingga Kamis (11/9), protes tersebut telah menewaskan 34 orang dan melukai 1.368 lainnya, menurut laporan Kathmandu Post.
Protes di Nepal ini dipicu oleh kebijakan pemerintah yang melarang penggunaan platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan YouTube. Langkah tersebut memicu kemarahan, terutama di kalangan generasi muda, yang merasa hak mereka untuk berekspresi dibatasi. Selain itu, ketidakpuasan terhadap praktik korupsi dan kondisi ekonomi yang memburuk turut memperburuk situasi.
Pernyataan Presiden Paudel datang setelah tentara dikerahkan ke berbagai wilayah untuk memulihkan ketertiban dengan pemberlakuan jam malam. Ia menekankan pentingnya melindungi demokrasi serta menegakkan hukum dan ketertiban. "Saya mengimbau semua pihak agar percaya bahwa upaya sedang dilakukan untuk segera memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa, serta bekerja sama menjaga perdamaian dan ketertiban secara tertib," ujar Paudel.
Situasi Memanas
Juru bicara pusat Kepolisian Nepal, Binod Ghimire, melaporkan bahwa sebanyak 14.307 narapidana melarikan diri dari berbagai penjara di seluruh negeri selama protes berlangsung. Demonstrasi yang awalnya damai berubah menjadi kekerasan dengan massa menyerang rumah-rumah pejabat, termasuk mantan Perdana Menteri dan mantan Presiden. Gedung parlemen dan kantor pemerintah lainnya juga dibakar.
Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli mengundurkan diri pada Selasa (9/9) di tengah eskalasi kekerasan. Pada hari yang sama, Panglima Angkatan Darat Jenderal Ashok Raj Sigdel menyerukan ketenangan dan dialog sebagai jalan keluar dari kekerasan. Militer kemudian dikerahkan ke seluruh negeri, dan pemerintah memberlakukan larangan berkumpul serta jam malam, sementara pasukan melakukan penangkapan dan menyita senjata.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.
sumber : antara