Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menyoroti kasus pemerkosaan kakak dan adik yang dilakukan oleh 13 orang selama satu tahun di Purworejo, Jawa Tengah.
Ia meminta Polda Jawa Tengah untuk menerapkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Sehingga tidak ada perdamaian antara korban dan pelaku.
"Dalam kasus yang melibatkan anak di bawah umur dan telah tertunda penyelesaiannya hingga setahun, aparat penegak hukum harus menunjukkan keseriusannya untuk menjamin hak-hak korban terpenuhi," kata Nasir Djamil dalam keterangannya, Minggu (3/11).
Kasus dugaan pemerkosaan terhadap kakak dan adik di Kabupaten Purworejo belakangan menuai perhatian publik. Keduanya diperkosa 13 pria tetangganya dalam kurun setahun dalam waktu dan kondisi yang berbeda-beda.
Dua dari 13 pelaku sempat digerebek warga ketika hendak memperkosa korban. Walau sudah tertangkap tangan, pelaku tidak dihukum.
Akibat kejadian itu, salah satu korban hamil dan kini telah melahirkan. Kasus tersebut sempat tidak ditangani Polres Purworejo karena keluarga korban dan pelaku menyelesaikan perkara tersebut secara kekeluargaan dengan difasilitasi pemerintah desa setempat.
Setelah kasus ini viral, Polda Jateng mengambil alih kasus dan kini telah melakukan pemeriksaan kepada para saksi namun belum menetapkan tersangka. Nasir berharap aparat penegak hukum serius mengusut kasus tersebut.
“Seharusnya sejak awal APH (aparat penegak hukum) pakai UU TPKS yang mengatur tidak bisa ada perdamaian dalam kasus kekerasan seksual. Sekalipun mungkin kesepakatan akhirnya korban dan pelaku menikah, kasusnya harus tetap jalan,” ucap Nasir.
Politikus PKS ini mengingatkan siapa saja yang melakukan pemaksaan pernikahan antara korban dan pelaku dapat dijerat pidana. Hal ini menyusul pengakuan korban yang menyatakan dipaksa menikah siri dengan salah satu pelaku pemerkosaan karena dirinya hamil.
“Ancaman hukuman bagi mereka yang memaksa korban kekerasan seksual menikah dengan pelaku bisa sampai 9 tahun penjara,” ujar Nasir.
Adapun aturan mengenai hal itu tertuang dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU TPKS, berikut bunyinya:
Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp200.000. 000,00 (dua ratus juta rupiah).
Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
b. pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau
c. pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan.