OMBUDSMAN Republik Indonesia (RI) telah menyerahkan hasil evaluasi dan kajian sistematik mengenai penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan kepada kementerian dan lembaga terkait.
Kajian ini mencakup rekomendasi untuk perbaikan kebijakan, khususnya terkait penerimaan bantuan dan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja informal.
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengungkapkan bahwa kebijakan ini perlu disempurnakan dengan regulasi yang lebih jelas untuk melindungi pekerja informal, baik di tingkat pusat maupun daerah.
"Hasil kajian ini menjadi saran perbaikan bagi kementerian dan lembaga yang terlibat, untuk menyusun aturan yang mengatur penerimaan bantuan dan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja informal secara nasional," ujar Mokhammad Najih dalam acara yang digelar daring di Jakarta, Selasa (10/12).
Ombudsman RI juga mendorong Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat untuk berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan guna menyusun Surat Keputusan Bersama tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PBI Jamsosnaker) untuk pekerja informal di daerah.
Kajian ini juga menekankan perlunya pengaturan anggaran dan skema yang melibatkan Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Najih menambahkan, pemerintah akan lebih efektif jika menyalurkan bantuan kepada masyarakat melalui jaminan sosial ketenagakerjaan, terutama bagi sektor informal, ketimbang melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Hal ini dinilai dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas sumber daya manusia, yang mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk menyatakan akan menindaklanjuti kajian tersebut dan mendukung upaya peningkatan kesejahteraan pekerja dalam rangka mencapai Indonesia Emas 2045.
"Kami akan bersinergi dengan pemerintah daerah untuk memastikan BPJS Ketenagakerjaan dapat mencakup lebih banyak pekerja dan memberikan perlindungan jaminan ketenagakerjaan yang lebih luas," ujar Ribka Haluk.
Menurut data BPJS Ketenagakerjaan hingga November 2024, jumlah pekerja yang terdaftar sebagai peserta aktif mencapai 43,5 juta orang, dengan rincian 27,7 juta pekerja penerima upah (PU), 9,5 juta pekerja bukan penerima upah (BPU), serta 6 juta pekerja jasa konstruksi dan pekerja migran Indonesia.
Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro menyambut baik hasil kajian Ombudsman RI.
"Kami akan terus berkomitmen untuk meningkatkan perlindungan bagi seluruh pekerja, baik formal maupun informal, dan memastikan seluruh pekerja Indonesia dapat bekerja dengan tenang dan sejahtera," ujar Pramudya.